Pada saat melakukan jual-beli tanah dan bangunan, baik pembeli maupun
penjual tentu akan dikenakan pajak. Penjual akan dikenakan pajak
penghasilan (PPh) atas uang pembayaran harga tanah yang diterimanya,
sedangkan Anda, misalnya, sebagai pembeli akan dikenakan Bea Perolehan
Hak Atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) atas perolehan hak atas tanahnya.
Nah, sudah tahu cara menghitungnya?
Perlu diketahui, BPHTB
dikenakan bukan hanya pada saat terjadinya jual-beli tanah, melainkan
juga terhadap setiap perolehan hak atas tanah dan bangunan, seperti
tukar-menukar, hibah, waris, pemasukan tanah ke dalam perseroan, dan
lain-lainnya. Pada transaksi jual-beli tanah, yang menjadi subjek pajak
BPHTB adalah orang pribadi atau badan yang memperoleh hak atas tanah dan
bangunan itu, yaitu pembeli.
Dalam rangka pembayaran BPHTB oleh
Anda sebagai pembeli, dasar pengenaan BPHTB adalah Nilai Perolehan Objek
Pajak (NPOP). NPOP dalam jual beli tanah ini adalah harga transaksi.
Ini jelas berbeda, misalnya, dengan tukar menukar, hibah atau warisan,
yang dasar NPOP-nya menggunakan nilai pasar (Nilai Jual Objek
Pajak/NJOP).
Nilai Perolehan Obyek Pajak atau harga transaksi bisa
lebih besar atau bisa juga lebih kecil dari Nilai Jual Obyek Pajak
(NJOP), tergantung dari kesepakatan penjual dan pembeli. Terkadang,
harga transaksi itu bisa juga sama dengan nilai NJOP.
Namun,
apabila harga transaksi lebih kecil dari NJOP, maka yang menjadi dasar
penentuan NPOP adalah nilai NJOP. Sebaliknya, jika harga transaksi lebih
besar dari NJOP, maka nilai penentuan NPOP berdasarkan harga transaksi
tersebut, yaitu nilai paling tinggi di antara NPOP dan NJOP.
NPOPTKP
Selain
NPOP dan NJOP, faktor lain perlu Anda perhatikan dalam menentukan
besarnya BPHTB adalah Nilai Perolehan Objek Pajak Tidak Kena Pajak
(NPOPTKP). NPOPTKP adalah nilai pengurangan NPOP sebelum dikenakan tarif
BPHTB.
Contohnya? Jika harga transaksi tanah Rp 100.000.000, maka
sebelum harga transaksi tersebut dikenakan tarif BPHTB (5 persen),
terlebih dahulu harga transaksi itu dikurangi NPOPTKP. Misalnya.
dikurangi NPOPTKP sebesar Rp 80.000.000 untuk daerah DKI Jakarta. Hal
ini akan membuat nilai pajak pembeli lebih kecil dibandingkan nilai
pajak penjual, karena penjual tidak dikenakan NPOPTKP.
Contoh menghitung BPHTB
Tentunya,
setiap daerah memiliki penetapan NPOPTKP berbeda-beda, tergantung
peraturan daerah tersebut. Untuk wilayah DKI Jakarta misalnya, NPOPTKP
ditetapkan sebesar Rp 80.000.000 untuk transaksi jual beli tanah dan Rp
350.000.000 untuk perolehan hak karena waris atau hibah wasiat diterima
orang pribadi yang masih dalam hubungan keluarga sedarah.
Anda
membeli tanah milik si A dengan nilai jual beli sebesar Rp 200.000.000.
Maka, pajak penjual dan pajak pembeli adalah sebagai berikut:
Pajak Pembeli (BPHTB)
NPOP: Rp 200.000.000
NPOPTKP: Rp 80.000.000
NPOP Kena Pajak: Rp 120.000.000
BPHTB: 5 % x Rp 120.000.000 = Rp 6.000.000
Pajak Penjual (PPh)
NPOP: Rp 200.000.000
NPOP Kena Pajak: Rp 200.000.000
PPh: 5% x Rp 200.000.000 = Rp 10.000.000
No comments:
Post a Comment
Mohon Berikan Komentar Yang Berkualitas dan Membangun